Novel sejarah, seperti juga novel-novel lainnya, termasuk dalam genre teks cerita ulang. Novel sejarah juga mempunyai struktur teks yang sama dengan struktur novel lainnya yaitu orientasi, pengungkapan peristiwa, rising action, komplikasi, evaluasi/resolusi, dan koda.
- Pengenalan situasi cerita (expositio, orientasi)
Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan setting cerita baik waktu, tempat, maupun peristiwa. Selain itu, orientasi juga dapat disajikan dengan mengenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antartokoh.
- Pengungkapan peristiwa
Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.
- Menuju konflik (rising action)
Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
- Puncak konflik (turning point, komplikasi)
Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian ini pula, ditentukannya perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal.
- Penyelesaian (evaluasi, resolusi)
Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan ataupun penilaian tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah
mengalami peristiwa puncak itu. Pada bagian ini pun sering pula dinyatakan wujud akhir dari kondisi ataupun nasib akhir yang dialami tokoh utama
6. Koda
Bagian ini berupa komentar terhadap keseluruhan isi cerita, yang fungsinya sebagai penutup. Komentar yang dimaksud bisa disampaikan langsung oleh pengarang atau dengan mewakilkannya pada seorang tokoh. Hanya saja tidak setiap novel memiliki koda, bahkan novel-novel modern lebih banyak menyerahkan simpulan akhir ceritanya itu kepada para pembacanya. Mereka dibiarkan menebak-nebak sendiri penyelesaian ceritanya.
Untuk lebih memahami struktur teks novel sejarah, pelajarilah contoh analisis struktur novel sejarah Gajah Mada: Bergelut dalam Takhta dan Angkara berikut ini.
Kutipan Novel Sejarah
|
Struktur
|
Keterangan
|
Duka membayang di kaki langit, duka sekali lagi membungkus mata hati. Ada banyak hal yang dicatat Pancaksara, banyak sekali. Kesedihan kali ini terjadi bagai pengulangan peristiwa Sembilan belas tahun yang lalu, yang ditulisnya berdasar kisah yang dituturkan ayahnya, Samenaka, karena ketika peristiwa itu terjadi Pancaksara masih belum bias dibilang dewasa. Kala itu tahun 1309. Segenap rakyat berkumpul di alun-alun. Semua berdoa, apa pun warna agamanya, apakah Siwa, Buddha, maupun Hindu. Semua arah perhatian ditujukan dalam satu pandang, ke Purawaktra yang tidak dijaga terlampau ketat. Segenap prajurit bersikap sangat ramah kepada siapa pun karena memang demikian sikap keseharian mereka. Lebih dari itu, segenap prajurit merasakan gejolak yang sama, oleh duka mendalam atas gering yang diderita Kertarajasa Jayawardhana (h. 3-4).
|
Orientasi
|
Berisi penjelasan tentang latar waktu dan situasi cerita yang akan diceritakan yaitu pada masa kerajaan Majapahit.
|
Dan ketika bende Kiai Samudra dipukul bertalu, tangis serentak membuncah. Ayunan pada bende yang getar suaranya mampu menggapai sudut-sudut kota merupakan isyarat yang sangat dipahami. Gelegar bende dengan nada satu demi sat Namun, berjarak sedikit lebih lama dari isyarat kebakaran merupakan pertanda Sang Prabu mangkat. Semua orang yang mendengar isyarat itu merasa denyut jantungnya berhenti berdetak. Di bilik pribadinya, Sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana yang ketika muda sangat dikenal dengan sebutan Raden Wijaya membeku. Empat dari lima istrinya meledakkan tangis (1.4).
|
Pengungkapan peristiwa
|
Pada bagian ini penulis menyajikan peritiwa kematian Sang Prabu Kertaradjasa Jayawardhana. Kematian Sang Raja inilah yang menjadi penyebab munculnya permasalahan dalam cerita selanjutnya Di sini tokoh utama, Gajah Mada mulai menghadapi banyak persoalan.
|
Yang mencuri perhatian kali ini bukan hanya soal desas-desus itu. Sepeninggal Kalagemet Sri Jayanegara dengan segera muncul pertanyaan, siapa yang akan naik takhta menggantikannya Dua pewaris yang masing-masing berwajah cantik itu memang bersih, tetapi apa yang terlihat tidak sesederhana yang tampak. Pancaksara bahkan melihat persaingan amat tajam bakal terjadi, terutama riuhnya barisan orang-orang di belakang Kudamerta dan barisan orang-orang
|
Menuju konflik
|
Peristiwa yang diungkapkan pada bagian ini merupakan peristiwa yang akan menyebabkan terjadinya konflik-konflik berkepanjangan dalam novel
|
di belakang Cakradara. Bagaimana dengan yang bersangkutan, Kudamerta dan Cakradara? Karena beristrikan ratu pewaris takhta tidak ubahnya ikut numpang mewarisi takhta itu sendiri.
|
Menuju konflik
|
Peristiwa yang diungkapkan pada bagian ini merupakan peristiwa yang akan menyebabkan terjadinya konflik-konflik berkepanjangan dalam novel.
|
"Siapa yang terbunuh di Bale Gringsing?" "Lurah Prajurit Ajar Langse," jawab Bhayangkara Macan Liwung. Gajah Mada menarik napas lega setelah mengetahui bukan Gajah Enggon yang terbunuh di Bale Gringsing. Akan tetapi, bahwa pembunuhan itu terjadi di tempat itu membuat Gajah Mada penasaran. Apalagi yang terbunuh adalah Ajar Langse yang belum lama berpapasan dengannya.
|
Puncak konflik
|
Pada bagian ini banyak peristiwa besar yang terjadi yang menyebabkan permasalahan menjadi sangat rumit yaitu pembunuhan demi pembunuhan yang terus terjadi, tetapi pelakunya belum tertangkap
|
Balai Prajurit ramai sekali. Berita mengenai ditangkapnya pemimpin orang-orang yang berniat melakukan makar dengan cepat menyebar. Ketika melintas Pasar Daksina prajurit Bhayangkara yang membawa pulang pimpinan pemberontak yang tertangkap di Karang Watu, maka dengan segera berita itu menyebar ke penjuru kota. Lebih-lebih ketika hari merambat siang tawanan dalam jumlah lebih banyak diangkut dengan kereta kuda menuju kotaraja di bawah pengawalan gabungan pasukan Jalapati dan Sapu Bayu. Menurut kabar, yang tertangkap sebenarnya lebih banyak lagi, namun masih menempuh perjalanan dengan berjalan kaki.
|
Resolusi
|
Penyelesaian permasalahan atau konflik di Kerajaan Majapahit dilakukan tokoh utama (Gajah Mada) dengan menangkap semua pelaku kerusuhan.
|
Gajah Mada sedang berada di Antawulan saat mendapat beberapa laporan dari Lembu Pulung. Bhayangkara Gagak Bongol yang memimpin kerja besar pencandian dan pengarcaan Jayanegara di beberapa tempat sekaligus ikut menyimak pembicaraan antara Gajah Mada dan lembu Pulung, termasuk Bhayangkara Gajah Geneng dan Macan Liwung yang datang menyusul. Dengan ringkas dan jelas Lembu Pulung menuturkan apa yang terjadi. "Begitulah, Kakang. Dalam penyergapan itu kami berhasil menangkap Raden Panji Resolusi Rukmamurti yang menjadi pimpinan gerakan makar itu. Namun, tidak berhasil menangkap Rangsang Kumuda," kata Lembu Pulung. Tak apa. Rangsang Kumuda atau Pakering Suramurda sudah mati. Semalam kami hampir berhasil menyergapnya hidup-hidup, tetapi ada orang tak dikenal yang mendahului melepas anak panah. Siapa pembunuhnya, gelap gulita. Terus, siapa Raden Panji Rukmamurti itu? Bangsawan dari mana dia?"
|
Resolusi
|
Penyelesaian permasalahan atau konflik di kerajaan Majapahit dilakukan tokoh utama (Gajah Mada)ndengan menangkap semua pelaku kerusuhan.
|
Dyah Menur berbalik dengan memejamkan mata. Dyah Menur Hardiningsih yang menggendong anaknya dan Pradhabasu yang juga menggendong anaknya, berjalan makin jauh dan makin jauh ke arah surya di langit barat. Dan sang waktu sebagaimana kodratnya akan mengantarkan ke mana pun mereka melangkah. Sang waktu pula yang menggilas semua peristiwa menjadi masa lalu.
|
Koda
|
Pada bagian akhir novel, penulis memberikan pernyataan tentang semua peristiwa yang terjadi dengan kalimat penutup: Sang waktu pula yang menggilas semua peristiwa menjadi masa lalu.
|
Untuk lebih meningkatkan pemahamanmu terhadap struktur novel sejarah, analisislah dengan memanfaatkan kutipan novel Mangir karya Pramoedya Ananta Toer berikut ini.
Mangir
Karya Pramoedya Ananta Toer
Di bawah bulan malam ini, tiada setitik pun awan di langit. Dan bulan telah terbit bersamaan dengan tenggelamnya matari. Dengan cepat ia naik dari kaki langit, mengunjungi segala dan semua yang tersentuh cahayanya. Juga hutan, juga laut, juga hewan dan manusia. Langit jernih, bersih, dan terang. Di atas bumi Jawa lain lagi keadaannya gelisah, resah, seakan-akan manusia tak membutuhkan ketenteraman lagi
1. Abad Keenam Belas Masehi
Bahkan juga laut Jawa di bawah bulan purnama sidhi itu gelisah. Ombak- ombak besar bergulung gulung memanjang terputus, menggunung, melandai, mengejajari pesisir pulau Jawa. Setiap puncak ombak dan riak, bahkan juga busanya yang bertebaran seperti serakan mutiara-semua-dikuningi oleh cahaya bulan. Angin meniup tenang. Ombak-ombak makin menggila.
Sebuah kapal peronda pantai meluncur dengan kecepatan tinggi dalam cuaca angin damai itu. Badannya yang panjang langsing, dengan haluan dan buritan meruncing, timbul-tenggelam di antara ombak-ombak purnama yang menggila. Layar kemudi di haluan menggelembung membikin lunas menerjang serong gunung-gunung air itu-serong ke barat laut. Barisan dayung pada dinding kapal berkayuh berirama seperti kaki-kaki pada ular naga. Layarnya yang terbuat dari pilinan kapas dan benang sutra, mengilat seperti emas, kuning dan menyilaukan.
Sang Patih berhenti di tengah-tengah pendopo, dekat pada damarsewu, menegur, "Dingin-dingin begini anakanda datang. Pasti ada sesuatu keluarbiasaan. Mendekat sini, anakanda." Dan Patragading berjalan mendekat dengan lututnya sambil mengangkat sembah, merebahkan diri pada kaki Sang Patih. "Ampuni patik, membangunkan Paduka pada malam buta begini Kabar duka, Paduka. Balatentara Demak di bawah Adipati Kudus memasuki Jepara tanpa diduga-duga, menyalahi aturan perang
Allah Dewa Batara!" sahut Sang Patih. "Itu bukan aturan raja-raja! itu aturan brandal!"
"Balatentara Tuban tak sempat dikerahkan, Paduka
"Bagaimana Bupati Jepara?
Tewas enggan menyerah Paduka," Patragading mengangkat sembah. "Sisa balatentara Tuban mundur ke timur kota. Jepara penuh dengan balatentara Demak. Lebih dari tiga ribu orang
Begitulah kata warta, Pada meneruskan dengan hati-hati matanya tertuju pada Boris. "Semua bangunan batu di atas wilayah Kota, gapura, arca, pagoda, kuil, candi, akan dibongkar. Setiap batu berukir telah dijatuhi hukum buangke laut! Tinggal hanya pengumumannya
"Disambar petirlah dia!" Boris meraung, seakan batu-batu itu bagian dari dirinya sendiri. "Dia hendak cekik semua pernahat dan semua dewa di kahyangan. Dikutuk dia oleh Batara Kala! Tiba-tiba suaranya turun mengiba- iba: "Apa lagi artinya pengabdian? Aku pergi! Jangan dicari. Tak perlu dicari!" Meraung
la lari keluar ruangan, langsung menuju ke pelataran depan. Diangkatnya tangga dan dengannya melangkahi pagar papan kayu. Dari balik pagar orang berseru-seru, "Lari dari asrama! Lari!"
Mula-mula pertikaian berkisar pada kelakuan Trenggono yang begitu sampai hati membunuh abangnya sendiri, kemudian diperkuat oleh sikapnya yang polos terhadap peristiwa Pakuan. Mengapa Sultan tak juga menyatakan sikap menentang usaha Portugis yang sudah mulai melakukan perdagangan ke Jawa? Sikap itu semakin ditunggu semakin tak datang. Para musafir yang sudah tak dapat menahan hati lagi telah bermusyawarah dan membentuk utusan untuk menghadap Sultan. Mereka ditolak dengan alasan: apa yang terjadi di Pajajaran tak punya sangkut paut dengan Demak dan musafir.
Jawaban itu mengecewakan para musafir. Bila demikian, mereka menganggap, sudah tak ada perlunya lagi para musafir mengagungkan Demak karena keagungannya memang sudah tak ada lag1. Apa gunanya armada besar peninggalan Unus, yang telah dua tahun disiapkan kalau bukan untuk mengusir Portugis dan dengan demikian terjamin dan melindungi Demak sebagai negeri Islam pertama-tama di Jawa Masuknya Peranggi ke Jawa berarti ancaman langsung terhadap Islam. Kalau Trenggono tetap tak punya sikap, jelas dia tak punya sesuatu urusan dengan Islam.
**
Orang menarik kesimpulan dari perkembangan terakhir: antara anak dan ibu takkan ada perdamaian lagi. Dan pertanyaan kemudian yang timbul: Adakah Sultan akan mengambil tindakan terhadap ibunya sendiri sebagaimana ia telah melakukannya terhadap abang-kandungnya.
Pangeran Seda Lepen? Orang menunggu dan menunggu dengan perasaan prihatin terhadap keselamdtan wanita tua itu. Sultan Trenggono tak mengambil sesuatu tindakan terhadap ibunya. Ja makin keranjingan membangun pasukan daratnya. Hampir setiap hari orang dapat melihat ia berada di tengah-tengah pasukan kuda kebanggaannya, baik dalam latihan, sodor, maupun ketangkasan berpacu samba memainkan pedang menghajar boneka yang digantungkan pada sepotong kayu. la sendiri ikut dalam latihan-latihan ini.
Dan dalam salah satu kesempatan semacam ini pernah ia berkata secara terbuka,Tak ada yang lebih ampuh daripada pasukan kuda. Lihat, kawula kami semua! Dan para perwira pasukan kuda pada berdatangan dan merubungnya, semua di atas kuda masing-masing.
Pada suatu kali, kaki kuda Demak akan mengepulkan debu di seluruh bumi Jawa. Bila debunya jatuh kembali ke bumi, ingat-ingat para kawula, akan kalian lihat, takkan ada satu tapak kaki orang Peranggi pun tampak. Juga tapak- tapaknya di Blambangan dan Pajajaran akan musnah lenyap tertutup oleh debu kuda kalian" Seluruh Tuban kembali dalam ketenangan dan kedamaian-kota dan pedalaman. Sang Patih Tuban mendiang telah digantikan oleh Kala Cuwil, pemimpin pasukan gajah. Nama barunya: Wirabumi. Panggilannya yang lengkap: Gusti Patih Tuban Kala Cuwil Sang Wirabumi. Dan sebagai patih ia masih tetap memimpin pasukan gajah, maka Kala Cuwil tak juga terhapus dalam sebutan. Pasar kota dan pasar bandar ramai kembali seperti sediakala. Lalu lintas laut, kecuali dengan Atas Angin, pulih kembali. Sang Adipati telah menjatuhkan titah: kapal-kapal Tuban mendapat perkenan untuk berlabuh dan berdagang di Malaka ataupun Pasai.
Tugas:
Berdasarkan kutipan novel di atas, lakukan kegiatan pengidentifikasian cerita ke dalam tabel di bawah ini!
Kutipan |
Struktur
|
Keterangan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
NB:
1. Catatlah materi tersebut di buku catatanmu
2. Kerjakan tugas dibuku latihanmu dan dikumpulkan ketika ada pertemuan tatap muka.
0 Komentar