Hikayat dan cerpen sama-sama merupakan teks narasi fiksi. Keduanya mempunyai unsur intrinsik yang sama yaitu tema, tokoh dan penokohan, sudut pandang, latar, gaya bahasa, dan alur.
Sekarang kamu akan mempelajari perbandingan bahasa dalam cerpen dan hikayat. Kaidah bahasa yang dominan dalam cerpen adalah penggunaan gaya bahasa (majas) dan penggunaan konjungsi yang menyatakan urutan waktu dan urutan kejadian.
a. Penggunaan Majas
Penggunaan majas dalam cerpen dan hikayat berfungsi untuk membuat cerita lebih menarik jika dibandingkan menggunakan' bahasa yang bermakna lugas. Ada berbagai jenis majas yang digunakan baik dalam cerpen dan hikayat. Di antara majas yang sering digunakan dalam cerpen maupun hikayat adalah majas antonomasia, metafora, hiperbola dan majas perbandingan.
Meskipun sama-sama menggunakan gaya bahasa, tetapi gaya bahasa yang digunakan dalam hikayat berbeda penyajiannya dengan gaya bahasa dalam cerpen. Perhatikan penggunaan majas antonomasia dalam penggalan hikayat berikut ini.
Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di negeri antah berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa. Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan berdarah- darah tubuhnya. Sepanjang perjalanan menangislah Si Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki.
|
Si Miskin dalam kutipan hikayat di atas merupakan contoh majas antonomasia yaitu majas yang menyebut seseorang berdasarkan ciri atau sifatnya yang menonjol. Bandingkan dengan penggunaan majas antonomasia dalam penggalan novel Putri Tidur dan Pesawat Terbang karya Gabriel Garcia Marquez berikut ini.
Pilih mana, katanya, "tiga, empat, atau tujuh? "Empat la tersenyum penuh kemenangan. "Selama lima belas tahun saya bekerja di sini" katanya, "Anda orang pertama yang tidak memilih tujuh." la menulis nomor kursi di boarding pass-ku dan mengembalikannya bersama dokumen-dokumenku, lalu memandangku untuk kali pertama dengan matanya yang berwarna anggur, sebuah hiburan sampai aku bias melihat si Cantik lagi. Kemudian ia memberi tahu bahwa bandara baru saja ditutup dan semua penerbangan ditunda.
|
Majas simile juga banyak digunakan dalam hikayat maupun cerpen. Majas simile adalah majas yang membandingkan suatu hal dengan hal lainnya menggunakan kata penghubung atau kata pembanding. Kata penghubung atau kata pembanding yang biasa digunakan antara lain: seperti, laksana, bak, dan bagaikan.
Perhatikan contoh berikut ini
Maka si Miskin itupun sampailah ke penghadapan itu. Setelah dilihat oleh orang banyak, Si Miskin laki bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing rupanya. Maka orang banyak itupun ramailah ia tertawa seraya mengambil kayu dan batu.
|
Peristiwa itu terjadi berpuluh tahun silam, pada Oktober 1965 yang begitu merah. Seperti warna bendera bergambar senjata yang merebak dan dikibarkan sembunyi-sembunyi. Ketika itu, aku masih sepuluh tahun. Ayah meminta ibu dan aku untuk tetap tenang di kamar belakang Ibu terus mendekapku ketika itu.
|
b. Penggunaan Konjungsi
Baik cerpen maupun hikayat merupakan teks narasi yang banyak menceritakan urutan peristiwa atau kejadian. Untuk menceritakan urutan peristiwa atau alur tersebut, keduanya menggunakan konjungsi yang menyatakan urutan waktu dan kejadian. Perhatikan contoh penggunaan konjungsi pada penggalan hikayat berikut ini.
Pada suatu hari Khojan Maimun tertarik akan perniagaan di laut, lalu minta izinlah dia kepada istrinya. Sebelum dia pergi, berpesanlah dia pada istrinya itu, jika ada barang suatu pekerjaan, mufakatlah dengan dua ekor unggas itu, hubaya-hubaya jangan tiada, karena fitnah di dunia amat besar lagi tajam dari pada senjata. Hatta beberapa lama di tinggal suaminya, ada anak Raja Ajam berkuda lalu melihatnya rupa Bibi Zainab yang terlalu elok. Berkencanlah mereka untuk bertemu melalui seorang perempuan tua. Maka pada suatu malam, pamitlah Bibi Zainab kepada burung tiung itu hendak menemui anak raja itu. Maka bernasihatlah ditentang perbuatannya yang melanggar aturan Allah Swt. Maka marahlah istri Khojan Maimun dan disentakkannya tiung itu dari sangkarnya dan dihempaskannya sampai mati. Lalu Bibi Zainab pun pergi mendapatkan bayan yang sedang berpura-pura tidur.
|
Konjungsi "sebelum" yang bergaris bawah dalam penggalan hikayat di atas menunjukkan urutan waktu sedang konjungsi lalu menyatakan urutan kejadian. Penggunaan konjungsi yang tepat sangat penting untuk mengembangkan alur cerita.
Bandingkan dengan penggunaan konjungsi dalam penggalan cerpen berikut ini.
Ketika Leyla memutuskan untuk mengungsi, meninggalkan kam- pong halamannya, perih yang melilit perutnya kian menjadi-jadi. lerlampau perihnya, hingga seluruh pandangannya terasa buram. Leyla seperti melihat ribuan kunang-kunang berlesatan mengitari kepalanya. Selanjutnya, ia menyebut kunang-kunang itu sebagai sang maut. Sang maut yang selalu menguntitnya dan sewaktu-waktu Siap mengantarnya menyusul almarhum suaminya.
|
Konjungsi "ketika" dalam kutipan di atas menyatakan hubungan waktu, sedangkan konjungsi "selanjutnya" menyatakan urutan peristiwa.
Bacalah kembali teks hikayat Bayan Budiman dan cerpen Tukang Pijat Keliling berikut ini:
Hikayat Bayan Budiman
Sebermula ada saudagar di negara Ajam. Khojan Mubarok namanya,terlalu amat kaya, akan tetapi ia tiada beranak. Tak seberapa lama setelah ia berdoa kepada Tuhan, maka saudagar Mubarok pun beranaklah istrinya seorang anak laki-laki yang diberi nama Khojan Maimun.
Setelah umurnya Khojan Maimun lima tahun, maka diserahkan oleh bapaknya mengaji kepada banyak guru sehingga sampai umur Khojan Maimun lima belas tahun. la dipinangkan dengan anak saudagar yang kaya, amat elok parasnya, namanya Bibi Zainab. Hatta beberapa lamanya Khojan Maimun beristri itu, ia membeli seekor burung bayan jantan. Maka beberapa di antara itu ia juga membeli seekor tiung betina, lalu di bawanya ke rumah dan ditaruhnya hamper sangkaran bayan juga.
Pada suatu hari Khojan Maimun tertarik akan perniagaan di laut, lalu minta izinlah dia kepada istrinya. Sebelum dia pergi, berpesanlah dia pada istrinya itu, jika ada barang suatu pekerjaan, mufakatlah dengan dua ekor unggas itu, hubaya-hubaya jangan tiada, karena fitnah di dunia amat besar lagi tajam daripada senjata.
Hatta beberapa lama ditinggal suaminya, ada anak Raja Ajam berkuda lalu melihatnya rupa Bibi Zainab yang terlalu elok. Berkencanlah mereka untuk bertemu melalui seorang perempuan tua. Maka pada suatu malam, pamitlah Bibi Zainab kepada burung tiung itu hendak menemui anak raja itu. Maka bernasihatlah ditentang perbuatannya yang melanggar aturan Allah Swt. Maka marahlah istri Khojan Maimun dan disentakkannya tiung itu dari sangkarnya dan dihempaskannya sampai mati.
Lalu Bibi Zainab pun pergi mendapatkan bayan yang sedang berpura- pura tidur. Maka bayan pun berpura-pura terkejut dan mendengar kehendak hati Bibi Zainab pergi mendapatkan anak raja. Maka bayan pun berpikir bila ia menjawab seperti tiung maka ia juga akan binasa. Setelah ia sudah berpikir gilah dengan demikian itu, maka ujarnya, "Aduhai Siti yang baik paras, pergila dengan Segeranya mendapatkan anak raja itu. Apa pun hamba ini haraplah tuan, kalau jahat sekalipun pekerjaan tuan, Insya Allah di atas kepala hambalah menanggungnya. Baiklah tuan sekarang pergi, karena sudah dinanti anak raja tu. Apatah dicari oleh segala manusia di dunia ini selain martabat, kesabaran, dan kekayaan?
Adapun akan hamba, tuan ini adalah seperti hikayat seekor ungags bayan yang dicabut bulunya oleh tuannya seorang istri saudagar
Maka berkeinginanlah istri Khojan Maimun untuk mendengarkan cerita tersebut. Maka Bayanpun berceritalah kepada Bibi Zainab dengan maksud agar ia dapat memperlalaikan perempuan itu. Hatta setiap malam, Bibi Zainab yang selalu ingin mendapatkan anak raja itu, dan setiap berpamitan dengan bayan. Maka diberilah ia cerita-cerita hingga sampai 24 kisah dan 24 malam. Burung tersebut bercerita, hingga akhirnyalah Bibi Zainab pun insaf terhadap perbuatannya dan menunggu suaminya Khojan Maimum pulang dari rantauannya.
Burung Bayan tidak melarang malah dia menyuruh Bibi Zainab meneruskan rancangannya itu, tetapi dia berjaya menarik perhatian serta melalaikan Bibi Zainab dengan cerita-ceritanya. Bibi Zainab terpaksa menangguh dari satu malam ke satu malam pertemuannya dengan putera raja. Begitulah seterusnya sehingga Khoja Maimun pulang dari pelayarannya.
Bayan yang bijak bukan sahaja dapat menyelamatkan nyawanya, tetapi juga dapat menyekat isteri tuannya daripada menjadi isteri yang curang Dia juga dapat menjaga nama baik tuannya serta menyelamatkan rumah tangga tuannya. Antara cerita bayan itu ialah mengenai seekor bayan yang mempunyai tiga ekor anak yang masih kecil. Ibu bayan itu menasihatkan anak-anaknya supaya jangan berkawan dengan anak cerpelai yang tinggal berhampiran. Ibu bayan telah bercerita kepada anak-anaknya tentang seekor anak kera yang bersahabat dengan seorang anak saudagar. Pada suatu hari mereka berselisih faham. Anak saudagar mendapat luka di tangannya. Luka tersebut tidak sembuh melainkan diobati dengan hati kera. Maka saudagar itupun menangkap dan membunun anak kera itu untuk mengobati anaknya.
Tukang Pijat Keliling
oleh Sulung Pamangguh
Sebenarnya tidak ada keistimewaan khusus mengenai keahlian Darko dalam memijat. Standar tukang pijat pada layaknya. Namun, keramahannya yang mengalir menambah daya pikat tersendiri. Kami menemukan ketenangan di wajahnya yang membuat kami senantiasa merasa dekat. Mungkin oleh sebab itu kami terus membicarakannya.
Entah darimana asalnya, tiada seorang warga pun yang tahu. Tiba-tiDa saja datang ke kampung kami dengan pakaian tampak lusuh. Kami sempat menganggap dia adalah pengemis yang diutus kitab suci. Dia bertubuh jangkung tetapi terkesan membungkuk, barangkali karena usia. Peci melingkar di kepala. Jenggot lebat mengitari wajah. Tanpa mengenakan kacamata, membuat matanya yang hampa terlihat lebih suram, dia menawarkan pijatan dari rumah ke rumah. Kami melihat mata yang bagai selalu ingin memejam, hanya selapis putih yang terlihat.
Kami pun penasaran ingin merasakan pijatannya. Maklum, tak ada tukang pijat di kampung kami, apalagi yang keliling. Biasanya kami saling pijat-memijat dengan istri di rumah masing-masing, itu pun hanya sekadarnya. Kami harus menuju ke dukun pijat di kampung sebelah bila ingin merasakan pijatan yang sungguh-sungguh atau mengurut tangan kaki kami yang terkilir.
Hampir kebanyakan warga di kampung kami ini adalah buruh tani Hanya beberapa orang yang memiliki sawah, dapat dihitung dengan jari Setiap hari kami harus menumpahkan tenaga di ladang. Dapat dibayangkan keletihan kami bila malam menjelang. Tentulah kehadiran Darko membuat kampung kami lebih menggeliat, makin bergairah.
Setiap malam, dengan membawa minyak urut, dia menyusuri gang- gang di kampung guna menjemput pelanggan. Kakinya bagai digerakkan tanah, dia begitu saja melangkah tanpa bantuan tongkat. Tidak pernah menabrak pohon atau jatuh ke sungai. Memang, tangannya kerap meraba- raba udara ketika melangkah, seperti sedang menatap keadaan. Barangkali penglihatan Darko terletak di telapak tangannya.
Dia akan berhenti ketika seseorang memanggilnya. Melayani pelanggannya dengan tulus dan sama rata, tanpa pernah memandang suatu apa pun. Serta yang membuat kami semakin hormat, tidak pernah sekali pun dia mematok harga. Dengan biaya murah, bahkan terkadang hanya dengan mengganti sepiring nasi dan teh panas, kami bisa mendapatkan kenikmatan pijat yang tiada tara, Kami menikmati bagaimana tangannya menekan lembut setiap jengkal tubuh kami. Kami merasakan urat syaraf kami yang perlahan melepaskan kepenatan bagai menemukan kesegaran baru setelah seharian ditimpa kelelahan. Pantaslah bila terkadang ada pelanggan yang tertidur saat sedang dipijat.
Selain itu, Darko memiliki pembawaan sikap yang ramah, tidak mengherankan bila orang-orang kampung segera merasa akrab dengan dirinya. Dia suka pula menceritakan kisah lucu di sela pijatannya. Meskipun begitu, kami tetap tidak tahu asal-usulnya dengan jelas. Bila kami menanyakannya, dia selalu mengatakan bahwa dirinya berasal dari kampung yang jauh di kaki gunung
Kemudian kami ketahui, bila malam hampir tandas, Darko kembali ke tempat pemakaman di ujung kampung. Di antara sawah-sawah melintang, Sebuah tempat pemakaman yang muram, menegaskan keterasingan. Di $ana terdapat sebuah gubuk yang menyimpan keranda, gentong, serta peralatan penguburan lain yang tentu saja kotor sebab hanya diperlukan bila ada warga meninggal. Di keranda itulah Darko tidur, memimpikan apa saja. Dia selalu mensyukuri mimpi, meskipun percaya mimpi tak akan mengubah apa-apa. Sudah berhari-hari dia tinggal di sana. Tak dapat Kami bayangkan bagaimana aroma mayit yang membubung ke udara lewat tengah malam, menggenang di dadanya, menyesakkan pernapasan.
kami lantas menyarankan supaya menginap di masjid saja. Namun dia tolak. Katanya kini masjid sedang berada di ujung tanduk. Entahlah, dia lebih memilih tinggal di pemakaman, membersihkan kuburan siapa saja.
Seminggu kemudian orang-orang kampung gusar. Pak Lurah mengumumkan bahwa masjid kampung satu-satunya yang berada di jalan utama, akan segera dipindah ke permukiman berimpitan rumah-rumah warga dengan alasan agar kami lebih dekat menjangkaunya. Supaya masjid senantiasa dipenuhi jemaah.
Namun, berhamburan kabar Pak Lurah akan mengorbankan tanah masjid dan sekitarnya ini kepada orang kota untuk sebuah proyek pasar masuk kampung. Tentu saja merupakan tempat yang strategis daripada di pelosok permukiman, harus melewati gang yang meliuk-liuk dan becek seperti garis nasib kami.
Di saat seperti itu kami justru teringat Darko. Ucapannya terngiang kembali, mengendap ke telinga kami bagai datang dari keterasingan yang kelam. Kami mulai bertanya-tanya. Adakah Darko memang sudah mengetahui segala yang akan terjadi? Sejauh ini kami hanya saling memendam di dalam hati masing-masing tentang dugaan bahwa Darko memiliki kejelian menangkap hari lusa.
Namun diam-diam ketika sedang dipijat, Kurit, seorang warga kampung yang terkenal suka ceplas-ceplos, meminta Darko meramalkan nasibnya. Darko hanya tersenyum sambil gelengkan kepala berkali-kali isyarat kerendahan hati, seakan berkata bahwa dia tidak bisa melakukan apa-apa selain memijat. Namun Kurit terus mendesak. Akhirnya seusai memijat, Darko pun menuruti permintaannya.
Dengan sikap yang tenang dia mulai mengusap telapak tangan Kurit, menatapnya dengan mata terpejam, kemudian berkata, "Telapak tangan adalah pertemuan antara kesedihan dan kebahagiaan" Entahlah apa maksudnya, Kurit kali ini hanya diam saja, mendengarkan dengan takzim.
"Ada kekuatan tersimpan di telapak tanganmu
Kurit serius menyimaknya masih dalam keadaan berbarin8
"Tetap dirawat pertanianmu, rezeki akan terus membuntuti,
tambahnya.
Kurit mengangguk, masih tanpa ucap.
Setelah merasa tak ada lagi sesuatu yang harus dikerjakan, Darko permisi. Berjalan kembali menapaki malam yang lengang. Langkahnya begitu jelas terdengar, gesekan telapak kakinya pada tanah menimbulkan bunyi yang gemetar. Sementara Kurit terus menyimpan ucapan Darko, berharap akan menjadi kenyataan.
Siang hari. Darko selalu duduk berlama-lama di celah gundukan- gundukan tanah yang berjajar. Seperti sedang merasakan udara yang semilir di bawah pohon-pohon tua. Menangkap suara burung- burung yang melengking di kejauhan. Menikmati aroma semak-semak. Mulutnya bergerak, seperti sedang merapalkan doa. Mungkin dia mendoakan mereka yang di alam kubur sana. Dan bila ada warga meninggal, Darko kerap membantu para penggali kubur. Meski sekadar mengambil air dari sumur, supaya tanah lebih mudah digali.
Begitulah, saat siang hari kami tak pernah melihat Darko kelilingg kampung. Barangkali dia lebih memilih menyepi dalam hening pemakaman. Ada saja sesuatu yang dia kerjakan. Bahkan yang mungkin tidak begitu penting sekalipun. Mencabuti rerumputan liar di permukaan tanah makam, mengumpulkan dedaunan yang berserakan dengan sapu lidi lalu membakarnya. Padahal, lihatlah betapa daun-daun tidak akan pernah berhenti menciumi bumi. Dia begitu tangkas melakukan itu semua, seakan memang tak pernah ada masalah dengan penglihatannya.
Kurit membenarkan ucapan Darko. Bawang merah yang dipanénnya kini lebih besar dan segar daripada hasil panen sebelumnya. Bertepatan dengan naiknya harga bawang yang memang tak menentu. Dengan meluap- luap Kurit menceritakan kejelian Darko membaca nasib seseorang kepada siapa saja yang dijumpainya. Kabar tentang ramalannya pun bagai udara, beredar di perkampungan.
Kini hampir setiap malam selalu saja ada yang membutuhkan jasanya. Para perempuan, yang biasanya lebih menyukai pijatan suami, mulai menunggu giliran. Entah karena memang butuh mengendorkan otot yang tegang atau sekadar ingin mengetahui ramalannya. Mungkin dua-duanya. Bila kebetulan kami menjumpainya di jalan dan minta diramal tanpa pijat sebelumnya, Darko tidak akan bersedia melakukannya. Katanya, dia hanya menawarkan jasa pijat, bukan ramalan.
Di warung wedang jahe, orang-orang terus membicarakannya. Mereka saling menceritakan ramalan masing-masing.
“Akan datang kepadaku putri kecil pembawa rezeki"
"Eh, dia juga bilang, sebentar lagi akan habis masa penantianku, kata perempuan pemilik warung dengan nada berbunga-bunga. la hampir layu menunggu lamaran
“Dia menyarankan supaya aku beternak ayanm saja, seseorang menambahi.
Begitulah, dengan sangat berkobar-kobar kami menceritakan ramalan masing-masing. Setiap lamunan kami habiskan untuk berharap. Menunggu dengan keyakinan mengucur seperti curah keringat kami yang terus menetes sepanjang hari.
Sungguh tak dapat kami pungkiri. Tak dapat kami sangkal, segalanya benar-benar terjadi. Talim dianugerahi bayi perempuan yang sehat dari Rahim istrinya. Tak lama jelang itu, Surtini si perawan tua menerima lamaran seorang duda dari kampung sebelah. Sementara Tasrip bergembira mendapati ternak ayamnya gemuk dan lincah. Disusul dengan kejadian-kejadian serupa.
Kejelian Darko dalam meramal semakin diyakini orang-orang kampung. Ketepatannya membaca nasib seperti seorang petani menmahami gerak musim -musim. Pak Lurah pun merasa terusik mendengar kabar yang darí hari ke hari semakin meluap itu. la sebelumnya memang belum pernah merasakan pijatan Darko. la lebih memilih pijat ke kampung sebelah yang bersertifikat, menurutnya lebih pantas dipercayai.
Malam itu diam-diam Pak Lurah memanggil Darko ke rumahnya. Seusai dipijat, dengan suara penuh wibawa ia meminta diramalkannya nomer togel yang akan keluar besok malam. Seperti biasa, Darko hanya menggeleng sambil tersenyum. Namun Pak Lurah terus mendesak, bahkan sedikit memohon. Darko diam beberapa jenak. Kemudian, dengan sangat terang dia pun menyebutkan angka sejumlah empat kali diikuti gerak jari-jari tangannya. Kali ini Pak Lurah yang tersenyum, gembira melintasi raut mukanya.
Seperti biasa, setelah merasa tidak ada sesuatu yang harus dikerjakan, Darko permisi. Membiarkan tubuhnya diterpa angin malam yang lembap.
Orang-orang kampung kini mulai gelisah. Sudah duamalam kami tidak menjumpai Darko keliling kampung. Kami hanya bisa menduga dengan kemungkinan-kemungkinan. Sementara Pak Lurah kian geram, merasa dilecehkan. Mendapati nomer togel pemberiannya yang tak kunjung tembus. Esoknya, di suatu Jumat yang cerah, Pak Lurah mengumpulkan beberapa warga terutama yang lelaki-guna memindahkan perlengkapan penguburan ke tengah permukiman. Katanya, tanah kuburan semakin sesak, membutuhkan lahan luang yang lebih.
Sesampainya di sana, kami tetap tidak menjumpai Darko. Di gubuk itu, kami tidak juga menemukan jejak peninggalannya. Dengan memendam perasaan getir kami merobohkan tempat tinggalnya. Dalam hati kami masih sempat bertanya. Adakah Darko memang sudah mengetahui segala yang akan terjadi?
TUGAS:
1. Carilah penggunaan majas yang sama dalam Hikayat Bayan Budiman dan cerpen Tukang Pijat Keliling.Gunakan tabel berikut ini Kerjakan di buku tugasmu.
Jenis Majas
|
Kutipan Hikayat
|
Kutipan Cerpen
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. Temukan penggunaan konjungsi yang menyatakan hubungan waktu dan peritiwa dalam Hikayat Bayan Budiman dan Tukang Pijat Keliling.
Gunakan tabel berikut ini:
Kutipan Cerpen
|
Kutipan Hikayat
|
|
|
|
|
|
|
|
|
NB:
1. Catatlah materi tersebut di buku catatanmu
2. Kerjakan tugas dibuku latihanmu dan dikumpulkan ketika ada pertemuan tatap muka.
0 Komentar